Awalnya
baik-baik saja, aku seperti biasa dan kamu juga begitu. Memang kuakui bahwa ada
sedikit rasa untukmu sejak pertama kulihat dirimu. Namun, semua berjalan
baik-baik saja.. dan mungkin itu hanya rasa kagumku terhadap dirimu. Kujalani
hidup sehari-hari dengan biasa-biasa saja... dan aku tau banyak laki-laki yang
mengharapkanmu diluar sana, atau bahkan dikelas.
Aku memang sudah memiliki kekasih
sedari awalnya. Semua baik-baik saja, dan takpernah ada sedikitpun masalah
tentang dan menyangkut dirimu. Dan masalah hubunganku juga bukan tentang atau
meyangkut dirimu. Terkecuali mulai pada malam itu.
Tadinya hanya akan berjalan
baik-baik saja dan tak meninggalkan masalah berkepanjangan. Ya, memang benar
semua baik-baik saja. Namun, setelahnya... aku hanya diamanati oleh orang tuamu
untuk menjagamu dimalam itu dan hanya dimalam itu, termasuk dari laki-laki
lamamu. Kujalani apa yang memang sudah tugasku, dan aku hanya menganggapnya
biasa-biasa saja... tapi dirimu takmau jauh dariku.
Aku hanya menanyakan sebuah lagu
yang memang pada saat itu aku suka, dan ternyata kamu juga suka. Oke, biasa
saja... dan memang wajar seseorang menyukai lagu yang memang pada saat itu
sedang tenar. Biasa bagiku namun nampaknya sesuatu yang lebih bagimu. Dan kamupun
mengirimkan potongan lagu itu padaku dengan suaramu yang indah itu... dan
akupun membalasnya meskipun aku tau bahwa saat itu sudah larut dan ternyata kau
menungguku, kuhargai itu.
Esoknya, aku masih belum merasa ada
keanehan dari dirimu atau diantara kita, bahkan aku merasa risih ketika kau
cari-cari aku dengan caramu disaat aku menghilang, sekali lagi... kuhargai itu.
Tapi, nampaknya kamu benar-benar serius denganku, aku rasa. Dan kitapun semakin
dekat.
Ketika
sudah mulai masuk sekolah mulai ada rasa malu, takut, namun sayang jika
dilewatkan begitu saja. Dan dirimupun mulai salah tingkah jika melihat bahkan
didekatku, kutahu itu. Dan semua orang membincangkan kita, aku tak peduli itu.
Akupun hanya bisa bilang “biarkan saja orang berkata apa jikalau memang takada
apa-apa diantara kita”, tapi apa balasmu?... kau malah seperti kecewa aku
bilang begitu, “sebenarnya ada apa ini” kata hatiku.
Aku masih ingat betapa remuk hatiku
melihat dirimu bersamanya disebuah sepeda motor yang dikendarainya dan kau
duduk manis sambil menunduk dibelakangnya. Kala itu, hatiku hancur melihatmu
dengannya. Tapi aku sadari bahwa “siapa diriku?”, dan “mengapa sebegitunya
dengannya?”. Dan setelah itu terjadi, taklama kemudian kamu menjelaskan
semuanya kepadaku lewat pesan disore itu. Akupun tenang, dan tanpa ada rasa
takut sedikitpun... dan bahkan aku merasa semakin berani menghadapi semua
kebingunan didalam pikiranku bahwa kaulah segalanya, dan memang hanya dirimu
untukku.
Dan dimalam itu kita berdebat bahwa
kamu dan aku memiliki perasaan yang sama. Tapi, untuk menjadi “kita” itu tak
mudah. Dan kamu memutuskan untuk mundur dan menyerah untuk berusaha agar kita
bersama, aku tak tinggal diam.. aku terus meyakinkanmu dan begitupun dengan
dirimu sejak itu. Dan segala masalah yang menghalangi kitapun sudah hilang
teratasi. Dan tinggal tergantung kita bagaimana dan mau seperti apa kita
kedepannya nanti.
Kuputuskan untuk meninggalkan
kekasihku dan memang sudah saatnya dan sudah saatnya pula kita bersama. Semakin
dekat kita, semakin yakin kita. Dan kuputuskan untuk menjadikan dirimu orang
yang spesial untukku mulai esok hari, dan akupun bergegas memilih apa yang akan
kubawakan untukmu diesok hari... dan kupilih bunga mawar merah, dan juga pink
yang memang warna kesukaanmu berserta hiasan-hiasan agar bunganya semakin
indah.
Tiba diesok hari aku menjadi tak
yakin bahwa “kita” akan terlaksana, entah mengapa. Dan tepat pada pukul 08.20
dihari jum’at tanggal 3 itu aku memilihmu. Apa reaksimu? Senang? Sepertinya
begitu, namun aku kurang yakin. Lalu kamu memintaku menunggu beberapa menit
agar dirimu bisa menjawab pertanyaanku, kuterima caramu.
Semakin tak yakin aku dan benar saja
dirimu memintaku agar mundur atau menunggu agar hatimu siap untukku. Sejak itu
aku diam, aku bungkam. Tapi, aku rasa semua belum cukup sampai disini,
dipenolakan ini. Akupun bergegas bertanya mengapa kau melakukan hal itu, bahkan
awalnya kita sudah saling yakin dan paham apa yang harus kita lakukan. Dengan
berat hati kaupun jujur memang aku orang yang dinanti, namun bukan aku yang
dipilih.
Kupikir
itu hal yang biasa dalam menjalani suatu hubungan, dimana seseorang diantaranya
masih belum bisa lepas dari seseorang yang lama. Dan aku paham betul tentang
itu, aku juga tahu bagaimana caranya agar bisa lepas dari itu semua. Kujelaskan
padamu pada saat itu bahwa dimana seseorang dengan begitu sayangnya dan begitu
cintanya semua disebabkan faktor waktu dimana ada seseorang yang sabar menunggu
dan ada seseorang yang berusaha terbiasa dengan apa yang dijalaninya.
Aku tahu dirimu memang menerimaku
dengan berat hati, dan tak tulus. Tapi, aku pernah mengalaminya bahkan pada
saat itu aku tak harus bersusah payah meyakinkan seperti sekarang ini. Dimana
disetiap malam kita berdebat yang memang hal itu-itu saja. Aku tak tahu sedarimana
aku dipandang olehmu, dan seperti apa aku dimatamu.
Dan kamu hanya berusaha
menyakinkanku bahwa kita tak bisa bersama. Aku bingung, kemana kamu yang dulu?
kemana kepedulianmu yang dulu? Dimana kamu?. Disetiap harinya kamu menghilang
tanpa kabar dan seperti sengaja meninggalkanku begitu saja... dan padahal aku
tahu kamu ada. Mengapa aku? Mengapa aku yang kau jebak dengan senyum manismu?.
Dan kau tahu? Apapun yang kamu lakukan aku takpernah mempermasalahkannya, aku
takpernah bahkan takbisa marah terhadapmu... dan kupikir aku harus terbiasa
dengan dirimu yang tiba-tiba berubah dengan anehnya. Dan kau tahu? Aku selalu
siap menghadapi segala rintangan yang kamu berikan.
Dan pada akhirnya aku tau, aku sadar
bahwa kehadiranku memang bukan yang kau mau. Dan aku memutuskan pergi dan
membiarkanmu bahagia. Dan aku hanya dapat berkata “Selamat, Kamu menang, Dan
aku mati dalam permainan cinta singkatmu ini.. dan, terima kasih”.
Seandainya kau tahu, sampai saat
kutuliskan semua ini... aku masih menunggumu, aku masih menerimamu jika memang
kau mau. Walaupun kusadar bahwa mencintai dan memilikimu hanyalah obsesi belaka
dan tak memiliki esensi yang berarti.
Tangerang, 15 Juli 2016 03 : 23
Riyandi Adityana
No comments:
Post a Comment