Sunday 24 July 2016

Cinta dan Buta

Awalnya baik-baik saja, aku seperti biasa dan kamu juga begitu. Memang kuakui bahwa ada sedikit rasa untukmu sejak pertama kulihat dirimu. Namun, semua berjalan baik-baik saja.. dan mungkin itu hanya rasa kagumku terhadap dirimu. Kujalani hidup sehari-hari dengan biasa-biasa saja... dan aku tau banyak laki-laki yang mengharapkanmu diluar sana, atau bahkan dikelas.


            Aku memang sudah memiliki kekasih sedari awalnya. Semua baik-baik saja, dan takpernah ada sedikitpun masalah tentang dan menyangkut dirimu. Dan masalah hubunganku juga bukan tentang atau meyangkut dirimu. Terkecuali mulai pada malam itu.

            Tadinya hanya akan berjalan baik-baik saja dan tak meninggalkan masalah berkepanjangan. Ya, memang benar semua baik-baik saja. Namun, setelahnya... aku hanya diamanati oleh orang tuamu untuk menjagamu dimalam itu dan hanya dimalam itu, termasuk dari laki-laki lamamu. Kujalani apa yang memang sudah tugasku, dan aku hanya menganggapnya biasa-biasa saja... tapi dirimu takmau jauh dariku.

            Aku hanya menanyakan sebuah lagu yang memang pada saat itu aku suka, dan ternyata kamu juga suka. Oke, biasa saja... dan memang wajar seseorang menyukai lagu yang memang pada saat itu sedang tenar. Biasa bagiku namun nampaknya sesuatu yang lebih bagimu. Dan kamupun mengirimkan potongan lagu itu padaku dengan suaramu yang indah itu... dan akupun membalasnya meskipun aku tau bahwa saat itu sudah larut dan ternyata kau menungguku, kuhargai itu.

            Esoknya, aku masih belum merasa ada keanehan dari dirimu atau diantara kita, bahkan aku merasa risih ketika kau cari-cari aku dengan caramu disaat aku menghilang, sekali lagi... kuhargai itu. Tapi, nampaknya kamu benar-benar serius denganku, aku rasa. Dan kitapun semakin dekat.

Ketika sudah mulai masuk sekolah mulai ada rasa malu, takut, namun sayang jika dilewatkan begitu saja. Dan dirimupun mulai salah tingkah jika melihat bahkan didekatku, kutahu itu. Dan semua orang membincangkan kita, aku tak peduli itu. Akupun hanya bisa bilang “biarkan saja orang berkata apa jikalau memang takada apa-apa diantara kita”, tapi apa balasmu?... kau malah seperti kecewa aku bilang begitu, “sebenarnya ada apa ini” kata hatiku.

            Aku masih ingat betapa remuk hatiku melihat dirimu bersamanya disebuah sepeda motor yang dikendarainya dan kau duduk manis sambil menunduk dibelakangnya. Kala itu, hatiku hancur melihatmu dengannya. Tapi aku sadari bahwa “siapa diriku?”, dan “mengapa sebegitunya dengannya?”. Dan setelah itu terjadi, taklama kemudian kamu menjelaskan semuanya kepadaku lewat pesan disore itu. Akupun tenang, dan tanpa ada rasa takut sedikitpun... dan bahkan aku merasa semakin berani menghadapi semua kebingunan didalam pikiranku bahwa kaulah segalanya, dan memang hanya dirimu untukku.

            Dan dimalam itu kita berdebat bahwa kamu dan aku memiliki perasaan yang sama. Tapi, untuk menjadi “kita” itu tak mudah. Dan kamu memutuskan untuk mundur dan menyerah untuk berusaha agar kita bersama, aku tak tinggal diam.. aku terus meyakinkanmu dan begitupun dengan dirimu sejak itu. Dan segala masalah yang menghalangi kitapun sudah hilang teratasi. Dan tinggal tergantung kita bagaimana dan mau seperti apa kita kedepannya nanti.

            Kuputuskan untuk meninggalkan kekasihku dan memang sudah saatnya dan sudah saatnya pula kita bersama. Semakin dekat kita, semakin yakin kita. Dan kuputuskan untuk menjadikan dirimu orang yang spesial untukku mulai esok hari, dan akupun bergegas memilih apa yang akan kubawakan untukmu diesok hari... dan kupilih bunga mawar merah, dan juga pink yang memang warna kesukaanmu berserta hiasan-hiasan agar bunganya semakin indah.

            Tiba diesok hari aku menjadi tak yakin bahwa “kita” akan terlaksana, entah mengapa. Dan tepat pada pukul 08.20 dihari jum’at tanggal 3 itu aku memilihmu. Apa reaksimu? Senang? Sepertinya begitu, namun aku kurang yakin. Lalu kamu memintaku menunggu beberapa menit agar dirimu bisa menjawab pertanyaanku, kuterima caramu.

            Semakin tak yakin aku dan benar saja dirimu memintaku agar mundur atau menunggu agar hatimu siap untukku. Sejak itu aku diam, aku bungkam. Tapi, aku rasa semua belum cukup sampai disini, dipenolakan ini. Akupun bergegas bertanya mengapa kau melakukan hal itu, bahkan awalnya kita sudah saling yakin dan paham apa yang harus kita lakukan. Dengan berat hati kaupun jujur memang aku orang yang dinanti, namun bukan aku yang dipilih.

            Kupikir itu hal yang biasa dalam menjalani suatu hubungan, dimana seseorang diantaranya masih belum bisa lepas dari seseorang yang lama. Dan aku paham betul tentang itu, aku juga tahu bagaimana caranya agar bisa lepas dari itu semua. Kujelaskan padamu pada saat itu bahwa dimana seseorang dengan begitu sayangnya dan begitu cintanya semua disebabkan faktor waktu dimana ada seseorang yang sabar menunggu dan ada seseorang yang berusaha terbiasa dengan apa yang dijalaninya.

            Aku tahu dirimu memang menerimaku dengan berat hati, dan tak tulus. Tapi, aku pernah mengalaminya bahkan pada saat itu aku tak harus bersusah payah meyakinkan seperti sekarang ini. Dimana disetiap malam kita berdebat yang memang hal itu-itu saja. Aku tak tahu sedarimana aku dipandang olehmu, dan seperti apa aku dimatamu.

            Dan kamu hanya berusaha menyakinkanku bahwa kita tak bisa bersama. Aku bingung, kemana kamu yang dulu? kemana kepedulianmu yang dulu? Dimana kamu?. Disetiap harinya kamu menghilang tanpa kabar dan seperti sengaja meninggalkanku begitu saja... dan padahal aku tahu kamu ada. Mengapa aku? Mengapa aku yang kau jebak dengan senyum manismu?. Dan kau tahu? Apapun yang kamu lakukan aku takpernah mempermasalahkannya, aku takpernah bahkan takbisa marah terhadapmu... dan kupikir aku harus terbiasa dengan dirimu yang tiba-tiba berubah dengan anehnya. Dan kau tahu? Aku selalu siap menghadapi segala rintangan yang kamu berikan.

            Dan pada akhirnya aku tau, aku sadar bahwa kehadiranku memang bukan yang kau mau. Dan aku memutuskan pergi dan membiarkanmu bahagia. Dan aku hanya dapat berkata “Selamat, Kamu menang, Dan aku mati dalam permainan cinta singkatmu ini.. dan, terima kasih”.

            Seandainya kau tahu, sampai saat kutuliskan semua ini... aku masih menunggumu, aku masih menerimamu jika memang kau mau. Walaupun kusadar bahwa mencintai dan memilikimu hanyalah obsesi belaka dan tak memiliki esensi yang berarti.


          
Tangerang, 15 Juli 2016 03 : 23
Riyandi Adityana

No comments: